Kesenian Sintren merupaka kesenian rakyat yang mengandung unsure magis
yang bersumber dari cerita rakyat Sulasih Sulandono.Pemeran utamanya dibawakan
oleh seorang gadis yang berusia belasan tahun. Kesenian tradisional Sintren
tersebar di sepanjang pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Brebes dan Pekalongan,
pantai selatan Jawa Tengah yaitu Cilacap dan Jawa Barat bagian timur, yaitu Cirebon,
Ciamis dan
Indramayu. Kesenian Sintren sudah lama muncul dan berkembang di
desa Sidareja.Munculnya kesenian Sintren di
Desa Sidareja, yaitu sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada roh
nenek moyang dan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hasil panen yang melimpah.Ungkapan
rasa terima kasih dilakukan oleh masyarakat desa Sidareja secara rutin sehingga
menjadi kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus sampai sekarang. Kesenian
Sintren memiliki bentuk
yang sederhana baik dalam garapan atau dalam pertunjukannya.Jazuli
(2008: 63) mengatakan bahwa tari rakyat
mempunyai ciri-ciri gerakannya tidak sukar dan pola lantai masih
sederhana serta gerakannya sering diulangulang.
Sementara gerak yang ditarikan oleh penari Sintren adalah
gerak-gerak yang luwes, lembut serta lincah yang menggambarkan kecantikan dari
seorang gadis yang suci.Rias penari Sintren menggunakan jenis rias korektif
yang
memiliki sifat mempertegas wajah penari, sehingga membuat penari
Sintren terlihat lebih cantik.Didukung oleh
busana yang menarik yaitu mekak (penutup badan) dengan bahan
bludru yang diberi motif daun sulur, kemudian
dihiasi mute untuk mempercantik mekak.Mekak yang dipakai oleh
penari Sintren berwarna hitam yang memiliki
simbol kebijaksanaan dan kematangan jiwa seorang penari yang dapa mempesona
perasaan penonton.
Saat menari, penari Sintren juga menggunakan kacamata hitam yang berfungsi
sebagai menutup mata.Kacamata yang digunakan penari Sintren merupakan salah
satu ciri khas
kesenian Sintren yang berfungsi untuk menambah daya tarik serta
sebagai sarana untuk mempercantik penampilan.Selama menari, penari Sintren
selalu memejamkan mata akibat
kerasukan “in trance”.Hal ini dikarenakan penari Sintren kemasukan
roh bidadari yang membuat penari Sintren tidak sadar diri dalam menari. Iringan
yang digunakan untuk
mengiringi pertunjukan Sintren adalah gamelan berlaraskan Slendro
dan Pelog. Jenis tembang yang biasa digunakan sebagai iringan kesenian Sintren
antara lain: a) “Turun Sintren”
laras Slendro; b) “Midodari Nggerngger” Laras Slendro; c) “Kembang
3.Mawar” Laras Pelog; d) “Kembang Alang-alang” “Laras Pelog”. Penari Sintren
harus diperankan oleh seorang gadis yang masih suci dan perawan. Roh bidadari
tidak dapat masuk dalam tubuh penari bila penari Sintren sudah tidak
perawan.Sebelum pertunjukan, penari harus melakukan ritual puasa selama tiga
hari agar tubuh penari tetap dalam keadaan suci.Penari Sintren menari dengan
tidak sadarkan diri, karena tubuhnya dirasuki oleh roh bidadari. Keunikan yang
lain juga
terdapat dalam adegan kurungan Sintren, dimana penari yang belum menggunakan
busana tari dan riasan dimasukkan kedalam kurungan dengan Sintren sudah dalam
keadaan cantik
dengan menggunakan busana tari yang sederhana. Kelengkapan busana
yang dikenakan menggambarkan kesiapan seoarang penari yang akan tampil diatas pentas.
Kehadiran seorang Bodor (penari laki-laki) juga melengkapi keindahan kesenian
Sintren.Sintren dan Bodor menari bersama mengikuti iringan yang dimainkan.Bodor
diperankan oleh anak laki-laki yang belum baligh. Kesenian Sintren memiliki daya
tarik yang kuat yaitu tentang keindahan gerak-gerak penari yang ditarikan
secara spontan dan seirama dengan iringan yang dimainkan.Kesenian tradisional Sintren
mengungkapkan nilai estetis yang terwujud melalui keluwesan, kelembutan dan
kelincahan seorang gadis yang sedang
mencari jati dirinya.Nilai estetis kesenian Sintren
juga dapat dinikmati dari keharmonisan dan keselarasan antara
gerak dan iringan.
Editor: Zahra Atiqah Alya T
Manajemen A
Editor: Zahra Atiqah Alya T
Manajemen A
0 Komentar