Istilah Dalam Kesenian Tarian Sintren

Istilah dalam Kesenian Sintren

Ada beberapa istilah dalam kesenian sintren. Yang pertama adalah paripurna. Yaitu tahapan menjadikan sintren yang dilakukan oleh Pawang, dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para dayang/cantrik.

Dalam  paripurna, pawang segera menjadikan penari sintren melalui tiga tahap:
Tahap Pertama, pawang memegang kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra, selanjutnya calon penari sintren diikat dengan tali yang dililitakan ke seluruh tubuh.
Tahap Kedua, calon penari sintren dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam bersama busana sintren dan perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan dibuka, sintren sudah berdandan dalam keadaan terikat tali, lalu sintren ditutup kurungan kembali.
Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda sintren sudah jadi (biasanya ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, sintren sudah lepas dari ikatan tali dan siap menari. Selain menari adakalanya sintren melakukan akrobatik diantaranya ada yang berdiri diatas kurungan sambil menari. Selama pertunjukan sintren berlangsung, pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti.

Istilah yang kedua adalah  balangan (Jawa : mbalang). Balangan yaitu pada saat penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar sesuatu ke arah penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan jatuh pingsan. Pada saat itu, pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu kedua tangan penari sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskan dengan mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi sehingga penari sintren dapat melanjutkan menari lagi. Kemudian, penonton yang melemparkan uang tersebut diperbolehkan untuk menari dengan sintren.

Kemudian yang terakhir adalah istilah temohan. Temohan adalah penari sintren dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya.

Sebelum memulai pertunjukan, maka akan dilakukan Dupan. Dupan, yaitu acara berdoa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.

Mulainya pertunjukan, adalah saat dimulainya tabuhan gamelan sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian sintren dan dimaksudkan untuk mengumpulkan massa atau penonton. Kemudian juru kawih akan membacakan mantra-mantra, “tambak tambak pawon. Isie dandang kukusan. Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul” mantra ini untuk memanggil penonton, juru kawih tidak akan berenti membacakan mantra tersebut hingga penonton kumpul.

Kemudian saat sintren akan dimasukkan roh. Biasanya roh yang diundang adalah roh Dewi Lanjar, jika sang Dewi Lanjar, maka penari akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian dengan cantik dan mempesona. Mantra yang biasa dinyanyikan untuk memanggil Dewi Lanjar agar masuk ke dalam tubuh penari adalah “nemu kembang yona yoni, kembange siti mahendra, widadari temurunan, merasuki badan nira”. Kemudian setelah roh sudah masuk kedalam tubuh penari, maka kurungan akan dibuka. Kemudian juru kawih membacakan syair selanjutnya “kembang trate, dituku disebrang kana, kartini dirante, kang rante aran man grana”.  Maka munculah penari sintren yang sudah cantik jelita.

Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian sintren adalah arena terbuka. Hal ini di maksudkan agar pertunjukan yang sedang berlangsung tidak terlihat batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya. Pertunjukan sintren ini umunya lebih  komunikatif, artinya ada interaksi antara pemain dengan penonton. Bisa dibuktikan pada saat acara balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan balangan pada penari sintren. Sintren yang menari biasanya didampingi dengan penari pendamping dan seorang bodor atau pelawak.

Lagu-lagu yang dimainkan biasanya lagu jawa. Alat music yang digunakan, awalnya merupakan alat yang sederhana. Seperti, gending dan alat yang menyerupai dandang dan nampah, namun tetap asik untuk didengarkan. Berbeda dengan sekarang, alat music yang digunakan menggunakan orkes. Mungkin hal ini dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman dan menarik banyak perhatian orang untuk menyaksikan pertunjukan sintren.

Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian kebaya (untuk atasan) . Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai busana keseharian. Sekarang ini penari sintren umunya menggunakan busana golek yang lebih nyentrik.

Dan berikut adalah penjelasan busana golek yang digunakan oleh sintren saat ini :
Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren berlangsung.
Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam tari golek.
Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya sampai lutut.
Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai untuk mengikat sampur.
Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian diutup sabuk atau diletakkan didepan.
Jamang, adalah hiasan yang dipakai dikepala dengan untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain khususnya di Jateng.
Kacamata Hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”, juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/mempercantik penampilan.

0 Komentar