Sejarah Kesenian Tari Sintren

Sejarah Kesenian Tari Sintren
Sintren adalah kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Cirebon. Sintren merupakan kesenian yang sederhana dengan menggunakan perlengkapan yang sederhana. Sintren terdiri dari dua suku kata yaitu Sinyo yang berarti pemuda dan trennen yang berarti berlatih. Secara etimologi Sintren merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu Si yang berarti ia atau dia dan Tren berarti tri atau panggilan lain kata putri. Sehingga Sintren adalah Si Putri yang menjadi pemeran utama dalam kesenian sintren.  Sintren mulai diperkenalkan di kalangan masyarakat sekitar tahun 1940, Sintren merupakan bagian dari cerita rakyat yang dalam pagelaran pementasannya seorang penari menari dengan gerak ritmik sangat indah dalam kondisi tidak sadarkan diri seperti halnya fana yang dilakukan oleh para sufi. Kesenian sintren terus berkembang mengikuti arus perkembangan zaman.
Kesenian Sintren tumbuh dan berkembang mengikuti kemajuan zaman. Sebelumnya sintren digunakan sebagai media untuk mengusir para penjajah, pada zaman animisme dan dinamisme sintren digunakan sebagai alat untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan arwah para leluhur. Namun pada zaman perkembangan agama Islam di Cirebon Sintren digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam. Para wali menyebarkan agama Islam dengan memanfaatkan sarana kesenian sintren sebagai salah satu kesenian tradisional yang dijadikan media dakwah Islam di Cirebon dan sekitarnya.  Dalam pementasan keenian sintren sangat banyak pesan-pesan yang terselubung yang mengandung nilai-nilai falsafah keagamaan, dapat dilihat pada saat pementasannya, gerakan tariannya, lagu-lagu yang mengandung  dinyanyikan, alat musik yang digunakan semua itu mengandung unsur keagamaan agar penonton mudah menangkap pesan kesan yang ingin disampaikan dalam pertunjukan kesenian sintren tersebut. Selain sebagai tontonan, pertunjukan kesenian sintren juga berfungsi sebagai tuntunan. Pesan-pesan simbolik di setiap adegannya mengandung didikan, terutama didikan untuk para generasi muda, membentuk karakter masyarakat dan sebagai salah satu bentuk dari pencerahan masyarakat.
Pagelaran kesenian sintren sekarang ini jarang sekali dipentaskan, hanya di peringatan tertentu dan hari-hari besar saja sintren di pentaskan. Sanggar sintren Sekar Insani adalah salah satu sanggar yang masih aktif dalam melakukan pertunjukan Sintren, sering kali ikut berpartisipasi dalam mengisi acara-acara tertentu. Anggota sanggar sintren Sekar Insani yang mayoritas para pelajar sekolah menengah menjadikan sanggar sintren Sekar Insani sebagai wadah untuk mendidik para generasi muda agar lebih mencintai kesenian khas Cirebon ditengah pesatnya era globalisasi saat ini. Kesenian sintren merupakan kekayaan budaya yang bernilai luhur, yang merupakan media dakwah bagi sebagian kalangan.
Kesenian sintren sama halnya dengan kesenian lainnya yang digunakan sebagai media dakwah islam misalnya saja kesenian wayang dan tari topeng, sebagai media islamisasi memiliki konsep yang ingin dijelaskan kepada masyarakat melalui pementasannya, diantaranya yaitu konsep tasawuf. Tasawuf berasal dari kata Shafa’ yang artinya suci. Maksudnya ialah mensucikan diri dihadapan Tuhan dengan latihan berat dan lama. Tasawuf juga berasal dari kata shuf  yang berarti kain wol kasar. Maksudnya ialah para sufi itu hidupnya sederhana, berhati mulia, menjauhi pakaian sutera dan memakai wol kasar.  Tasawuf ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, menghias diri dengan sifat-sifat terpuji, tidak mementingkan urusan dunia, merasa cukup atas segala pemberian Allah atas dirinya disertai tawakal dan mahabbah kepada Allah.  Kesenian sintren mendialogkan nilai-nilai tasawuf  dalam pementasannya agar dengan mudah dapat ditangkap oleh masyarakat melalui tarian, lagu, alat musik dan para pemainnya. Pertunjukan sintren saat ini telah mengubah syair-syair non islam menjadi syair-syair Islam.
Cirebon memiliki beberapa sanggar sintren diantaranya yaitu sanggar sintren sekar insani di desa Babadan Gunungjati, sanggar seni sekar pandan di kraton Kacirebonan, sanggar seni kencana ungu. Namun, penulis memilih sanggar sintren sekar insani desa Babadan Gunungjati karena sanggar sintren sekar insani mayoritas anggotanya adalah generasi muda sekaligus peserta didik di yayasan bhakti insani. Generasi muda merupakan agen terpenting dalam pelestarian kesenian dan budaya kita ini. Melalui generasi muda kita dapat menanamkan sikap cinta pada budaya yang kita miliki. Sanggar sintren sekar insani sekarang ini masih ditampilkan untuk acara-acara tertentu dan peringatan hari besar nasional dan peringatan-peringatan hari besar keagamaan.
Sebagai mana berikut langkah-langkah pelestarian yaitu dengan (1) mempertahankan keberadaan budaya tersebut, (2) mengembangkan budaya yang sudah ada itu, dan (3) kemudian memanfaatkan budaya itu sendiri. Dan ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah yaitu melalui masyarakat sendiri(intern) maupun dari pemerintah (ekstern).Upaya secara intern sebagai berikut. (1) Latihan. Dengan diadakannya latihan tersebut, secara tidak langsung mengenalkan kembali sintren terhadap generasi muda dan warga masyarakat lainnya yang sudah lupa. Latihan tersebut juga upaya agar si pelaku seni pertunjukan itu tidak lupa irama gamelan, lagu yang dinyanyikan, tahap-tahap pelaksanan maupun mantra-mantra sang pawang. (2) Sarana-prasarana. Dengan perkembangan jaman di era sekarang sarana-prasaran penunjang kesenian sintren pun ikut berkembang. Dahulu alat pengiring pertujukan tersebut hanya menggunakan seperangkat gamelan slendro, sekarang sudah di tambah atau dilengkapi dengan sebuah organ dan juga gitar listrik. Selain itu juga seni jaran kepang(kuda lumping).Upaya secara ekstern sebagai berikut. (1) Wujud pelestarian dengan membawa kesenian sintren asli atau tradisional pada even-even tertentu yang memungkinkan untuk dilakukan. (2) Bantuan berupa seperangkat alat gamelan, karena bantuan berupa sepangkon (slendro dan pelog) maka untuk sementara dialihkan agar fungsinya lebih maksimal. (3) Memberikan sanggar atau gedung sanggar budaya untuk menunjang aktivitas seni di Kota Pekalongan. (4) Pengembangan sintren ke sintren garapan yang di rasa lebih menarik untuk ditonton.

0 Komentar